TURUNNYA ISA BIN MARYAM
PERTANDA AKHIR ZAMAN
Oleh Al-Ustadz Abu Karimah Askari
“Tidak ada seorang pun di antara ahli kitab yang tidak beriman kepadanya (Isa) menjelang kematiannya. Dan pada hari kiamat, dia (Isa) akan menjadi saksi mereka.” (An-Nisa`: 159).
Penjelasan Beberapa Mufradat Ayat
Yang dimaksud ahli kitab adalah Yahudi dan Nashara, sebagaimana disebutkan jumhur (mayoritas) ulama. Para ulama berbeda pendapat dalam menyikapi kaum Majusi, apakah mereka termasuk ahli kitab atau bukan. Ada dua pendapat dalam hal ini, dan yang shahih bahwa mereka tidak termasuk kalangan ahli kitab. Dan pendapat ini dikuatkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah. (Lihat Syarh Al-Masa`il Al-Jahiliyyah, karya Yusuf bin Muhammad As-Sa’id, 1/83-85)
“Sebelum matinya.” Kata ganti pada “matinya” ada kemungkinan kembali kepada ahli kitab. Sehingga makna ayat ini adalah setiap dari ahli kitab yang menghadapi kematian dan menyaksikan perkara tersebut secara hakiki, maka dia akan beriman kepada Isa u dan menyatakan bahwa beliau adalah Rasul Allah. Namun keimanan tersebut tidaklah bermanfaat, sebab hal itu adalah iman yang terpaksa saat mendekati kematiannya.
Sehingga kandungan ayat ini adalah ancaman terhadap mereka dan agar mereka tidak terus-menerus berada di atas keyakinan batilnya, yang nantinya mereka akan menyesal sebelum matinya.
Al-Qurthubi t menyebutkan sebuah riwayat bahwa Al-Hajjaj bertanya kepada Syahr bin Hausyab tentang ayat ini. Dia berkata: “Benar-benar didatangkan kepadaku tawanan dari orang Yahudi dan Nashara, lalu aku perintahkan untuk menebas lehernya. Dan aku memerhatikannya di kala itu, namun aku tidak melihat tanda-tanda keimanan darinya.” Maka Syahr bin Hausyab menjawab: “Sesungguhnya di saat dia telah menyaksikan perkara akhirat (yakni telah melihat kematiannya), dia pun beriman bahwa Isa adalah hamba Allah dan Rasul-Nya, dia beriman kepadanya namun tidak bermanfaat baginya.” Al-Hajjaj bertanya: “Dari mana engkau mengambil ilmu ini?” Syahr menjawab: “Aku mengambilnya dari Muhammad bin Al-Hanafiyyah.” Maka Al-Hajjaj berkata: “Engkau mengambilnya dari sumber yang jernih.”
Dan ada pula yang mengatakan bahwa kata ganti pada “matinya” kembali kepada Isa u. Sehingga maknanya adalah: “Tidak seorang pun dari kalangan ahli kitab yang hidup di masa turunnya Isa bin Maryam, melainkan akan beriman kepada Al-Masih sebelum beliau meninggal. Dan itu terjadi ketika mendekati hari kiamat serta munculnya tanda-tanda hari kiamat yang besar. Ini adalah pendapat yang diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas, Al-Hasan Al-Bashri, Qatadah, Ibnu Zaid, dan selainnya. Dan ini pendapat yang dipilih oleh At-Thabari. Dan pendapat ini dikuatkan dengan hadits Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda:
وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَيُوشِكَنَّ أَنْ يَنْزِلَ فِيْكُمُ ابْنُ مَرْيَمَ حَكَمًا عَدْلاً فَيَكْسِرَ الصَّلِيْبَ وَيَقْتُلَ الْخِنْزِيْرَ وَيَضَعَ الْجِزْيَةَ وَيَفِيْضَ الْمَالُ حَتَّى لَا يَقْبَلُهُ أَحَدٌ حَتَّى تَكُونَ السَّجْدَةُ الْوَاحِدَةُ خَيْرًا مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيْهَا. ثُمَّ يَقُولُ أَبُو هُرَيْرَةَ: وَاقْرَءُوا إِنْ شِئْتُمْ {وَإِنْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ لَيُؤْمِنَنَّ بِهِ قَبْلَ مَوْتِهِ وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يَكُونُ عَلَيْهِمْ شَهِيدًا}
“Demi Dzat yang jiwaku yang berada di tangan-Nya, sebentar lagi akan turun kepada kalian (Isa) bin Maryam sebagai hakim yang adil. Dia menghancurkan salib, membunuh babi-babi, dan meletakkan hukum jizyah (bayar upeti bagi kafir dzimmi). Dan harta melimpah ruah, hingga tidak seorang pun mau menerimanya, dan hingga satu rakaat lebih baik dari dunia beserta segala isinya.”
Lalu Abu Hurairah berkata: “Bacalah oleh kalian jika kalian mau….” (lalu beliau membaca ayat tersebut di atas). (Muttafaq alaihi) [Lihat Tafsir At-Thabari, As-Sa’di, dan Al-Qurthubi]
Ibnu Katsir menyatakan setelah menjelaskan tentang kuatnya pendapat ini: “Tidaklah diragukan bahwa inilah pendapat yang benar. Sebab maksud dari konteks ayat ini adalah menyatakan kebatilan apa yang disangka oleh kaum Yahudi bahwa mereka telah membunuh Isa dan menyalibnya. Dan berita itu diterima begitu saja oleh kaum Nashara yang jahil (bodoh) tentang hal tersebut. Maka Allah k mengabarkan bahwa perkaranya tidaklah demikian. Sesungguhnya itu hanyalah orang yang diserupakan (dengan Isa) bagi mereka, lalu mereka membunuh yang diserupakan tersebut dalam keadaan mereka tidak mengetahuinya. Allah pun mengabarkan bahwa Allah mengangkatnya kepada-Nya, dan beliau masih tetap dalam keadaan hidup. Dan beliau akan turun sebelum tegaknya hari kiamat, sebagaimana telah ditunjukkan hadits-hadits yang mutawatir.” (Tafsir Ibnu Katsir).
Penjelasan Ayat
Ayat ini menjelaskan bahwa setiap ahli kitab pasti akan beriman tentang Isa u dan bahwa beliau adalah Rasul dari Allah k. Namun yang menjadi perselisihan di kalangan para ulama, apakah ahli kitab yang dimaksud adalah secara umum pada setiap zaman ataukah ahli kitab yang hidup di zaman turunnya Isa bin Maryam ? Letak perselisihannya adalah dalam memahami dhamir (kata ganti) yang terdapat pada kata “sebelum matinya”. Apakah yang dimaksud kematian ahli kitab tersebut ataukah kematian Isa bin Maryam ?
Ulama yang berpendapat bahwa kata ganti tersebut kembali kepada ahli kitab, mengatakan bahwa setiap ahli kitab pasti sempat menyatakan keimanannya kepada Isa bin Maryam dan bahwa beliau adalah Rasulullah, dalam keadaan bagaimanapun kondisi akhir kematian dari ahli kitab tersebut. Baik dia mati terbakar, tenggelam, jatuh ke dalam sumur, tertimpa dinding, dimakan binatang buas, atau mati secara mendadak. Sampaipun ketika dia menjatuhkan dirinya dari sebuah bangunan (tinggi), maka dia sempat mengucapkannya ketika masih berada (melayang) di udara.
Namun pernyataan keimanan tersebut tidak memberi manfaat baginya. Sebab dia menyatakan hal tersebut pada waktu tidak diterima keimanan seseorang. Seperti halnya pernyataan Fir’aun yang menyatakan keimanannya di akhir hayatnya, sebagaimana difirmankan Allah :
“Dan kami selamatkan Bani Israil melintasi laut, kemudian Fir’aun dan bala tentaranya mengikuti mereka, untuk mendzalimi dan menindas (mereka). Sehingga ketika Fir’aun hampir tenggelam dia berkata, ‘Aku percaya bahwa tidak ada tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai Bani Israil, dan aku termasuk orang-orang muslim (berserah diri).’ Mengapa baru sekarang (kamu beriman) padahal sesungguhnya engkau telah durhaka sejak dahulu, dan engkau termasuk orang yang berbuat kerusakan.” (Yunus: 90-91)
Adapun pendapat kedua, menyatakan bahwa pada saat turunnya Isa di akhir zaman, setiap ahli kitab yang ada di zaman beliau turun niscaya beriman kepada Isa dan meyakini bahwa beliau adalah Rasulullah, serta tidak ada yang memeluk agama lain pada masa itu kecuali Islam yang murni. Dan pada hari kiamat nanti, beliaulah yang menjadi saksi atas manusia dengan membenarkan orang yang memercayai beliau sebagai Rasul Allah dan mendustakan orang yang tidak percaya kepada kerasulannya.
Dan hal ini dikuatkan dengan hadits di atas, di mana Rasulullah n (menyebutkan bahwa di antara tugas Isa bin Maryam di saat turun ke bumi adalah meletakkan/tidak memungut pembayaran jizyah/upeti dari seorang kafir dzimmi), dan setiap orang akan diberi salah satu dari dua pilihan: masuk Islam atau diperangi.
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata setelah meyebutkan hadits di atas: “Maknanya adalah agama menjadi satu saja. Sehingga tidak diperbolehkan lagi bagi seorang pun dari kalangan kafir dzimmi untuk membayar jizyah.”
Al-Imam An-Nawawi t mengatakan: “Yang benar bahwa Nabi Isa tidak menerima agama kecuali Islam. Dan ini dikuatkan oleh riwayat lain dari Al-Imam Ahmad t dari jalur lain dari Abu Hurairah dengan lafadz:
وَتَكُونُ الدَّعْوَى وَاحِدَةً
“Dan panggilan menjadi satu (yaitu Islam).”
An-Nawawi menjelaskan: “Dan makna Nabi Isa meletakkan jizyah adalah bahwa jizyah tersebut disyariatkan dalam syariat ini. Dan pensyariatan tersebut terikat dengan zaman turunnya Isa bin Maryam u, sebagaimana telah dijelaskan dalam hadits ini. Bukan yang dimaksud bahwa Isa sebagai penghapus hukum jizyah, namun Nabi kita n yang menjelaskan dihapuskannya hukum tersebut dengan sabda beliau ini.” (Lihat Fathul Bari, 6/492).
Isa bin Maryam Belum Wafat
Ayat ini juga menjelaskan bahwa Isa belumlah wafat. Tidak seperti yang disangka kaum Yahudi dan Nashara yang meyakini bahwa Isa telah mati disalib. Pada dua ayat sebelumnya, Allah menjelaskan hal ini:
“Dan (Kami hukum juga) karena ucapan mereka, ‘Sesungguhnya kami telah membunuh Al-Masih, Isa putra Maryam, Rasul Allah.’ Padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh adalah) orang yang diserupakan dengan Isa. Sesungguhnya mereka yang berselisih pendapat tentang (pembunuhan) Isa, selalu dalam keragu-raguan tentang yang dibunuh itu. Mereka benar-benar tidak tahu (siapa yang sebenarnya dibunuh itu), melainkan mengikuti persangkaan belaka, jadi mereka tidak yakin telah membunuhnya. Tetapi Allah telah mengangkat Isa ke hadirat-Nya. Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana.” (An-Nisa`: 157-158)
Ayat ini dengan gamblang menyebutkan bahwa mereka tidak membunuhnya dan tidak pula menyalibnya. Namun yang terjadi adalah Allah k menjadikan salah seorang murid beliau diserupakan dengannya, sehingga mereka pun menangkap dan membunuh muridnya yang diserupakan Isa itu, bukan Isa sendiri.
Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dengan sanadnya dari Sa’id bin Jubair dari Ibnu ‘Abbas c, beliau berkata: “Menjelang diangkat Allah ke langit, Isa keluar menuju para sahabatnya. Di rumah tersebut ada 12 orang dari para pembelanya.
Beliau keluar menuju mereka dari mata air yang ada di rumah dalam keadaan kepala beliau meneteskan air. Lalu beliau berkata: ‘Sesungguhnya di antara kalian ada yang melakukan kekafiran terhadapku 12 kali setelah dia beriman.’ Lalu beliau berkata: ‘Siapakah di antara kalian yang mau dijadikan serupa denganku, sehingga dia yang terbunuh sebagai penggantiku, dan dia akan bersama dalam kedudukanku (di surga)?’ Maka berdirilah seorang anak muda yang umurnya paling muda di antara mereka. Lalu beliau berkata kepadanya: ‘Duduklah.’ Kemudian beliau mengulangi kembali ucapannya kepada mereka, dan pemuda tersebut berdiri kembali. Lantas beliau berkata: ‘Duduklah.’ Lalu beliau mengulangi lagi ucapannya, maka pemuda tersebut berdiri kembali dan berkata: ‘Saya.’ Maka beliau berkata: ‘Dialah engkau (yang terpilih).’ Maka diapun diserupakan oleh Allah dengan Isa. Dan Isa diangkat melalui lubang yang ada di rumah tersebut. Lantas datanglah orang-orang Yahudi mencari beliau.
Mereka pun menangkap orang yang telah diserupakan dengan beliau, kemudian membunuh dan menyalibnya.
Maka di antara mereka ada yang kufur terhadapnya 12 kali setelah beriman. Mereka terpecah menjadi tiga kelompok. Satu kelompok mengatakan: ‘Allah bersama kita dalam beberapa waktu, kemudian Dia naik ke langit.’ Mereka ini dari kalangan Al-Ya’qubiyyah. Satu kelompok lagi berkata: ‘Adalah anak Allah yang bersama kita dalam beberapa waktu, kemudian Allah mengangkatnya kepada-Nya.’ Mereka ini dari kalangan An-Nasthariyyah. Dan satu kelompok lagi mengatakan: ‘Yang bersama kita adalah hamba Allah dan Rasul-Nya dalam beberapa waktu, kemudian Allah mengangkatnya kepada-Nya.’ Mereka inilah kaum muslimin. Lalu dua kelompok kafir berhasil mengalahkan kelompok muslim dan membunuh mereka. Maka Islam pun tertutupi hingga Allah mengutus Rasul-Nya Muhammad n.” (Tafsir Ibnu Katsir, 2/449. Ibnu Katsir t berkata: “Sanadnya shahih sampai ke Ibnu ‘Abbas c.”)
Allah telah mengangkat Isa ke langit dan akan menjadikan hamba-Nya tersebut sebagai tanda dekatnya hari kiamat, dengan diturunkannya kembali ke muka bumi. Sehingga beliau merasakan mati di bumi sebagaimana manusia lainnya.
Sebagaimana Allah berfirman:
“Dan sungguh, dia (Isa) benar-benar menjadi pertanda akan datangnya hari Kiamat.” (Az-Zukhruf: 61).
Pada lafadz لَعِلْمٌ ada dua bacaan:
Pertama, dibaca لَعِلْمٌ dengan ‘ain yang dikasrah dan lam yang disukun. Dan ini adalah bacaan yang masyhur.
Kedua, ada yang membacanya dengan lafadz لَعَلَمٌ dengan ‘ain dan lam yang difathah, yang berarti tanda. Dan ini adalah bacaan yang diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas, Abu Hurairah, Qatadah, Abu Malik Al-Ghifari, dan yang lainnya.
Ibnu ‘Abbas, Adh-Dhahhak, Qatadah, Mujahid, dan yang lainnya menafsirkan ayat ini dengan: “Turunnya Isa bin Maryam u sebagai tanda akan berakhirnya zaman dan dekatnya hari kiamat.” (Lihat Tafsir Al-Qurthubi, 16/105)
Di antara ayat yang mengisyaratkan yang tersebut dalam ayat:
“Demikianlah sifat-sifat mereka (umat Muhammad) dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil.” (Al-Fath: 29)
Kemudian Nabi Isa q berdoa agar Allah l menjadikan dirinya termasuk dari umat Muhammad. Dan Allah pun mengabulkan doanya, kemudian mengangkatnya ke langit sampai diturunkannya kembali pada akhir zaman sebagai seorang mujaddid (pembaharu) agama Nabi Muhammad. Bersamaan itu pula muncullah Dajjal dan beliau pun membunuhnya.
• Para ulama berselisih pendapat dalam menanggapi lafadz Al-Masih hingga mencapai 23 pendapat.
Di antaranya:
- Ibnu ‘Abbas c menyatakan: “Tidaklah beliau mengusap seseorang yang berpenyakit kecuali sembuh. Tidak pula mayat kecuali hidup kembali.”
- Dinamai Al-Masih karena bagusnya wajah beliau (tampan) karena kata Al-Masih secara bahasa bermakna wajah yang tampan.
- Ada yang berpendapat dinamai Al-Masih karena beliau mengembara. Kadang berada di Syam, di Mesir, menyusuri pantai dan lain-lain.
Al-Hafizh Abu Nu’aim dalam kitabnya Dala`ilun Nubuwwah menjelaskan: “Ibnu Maryam dinamai Al-Masih, karena Allah menghapuskan dosa-dosa darinya.” Pada tempat lain beliau berkata: “Dinamai demikian karena Jibril q mengusap beliau dengan barakah.
Hal ini sebagaimana firman Allah:
“Dan Dia menjadikan aku sebagai seorang yang diberkati di mana saja aku berada.” (Maryam: 31) Wallahu a’lam bish-shawab, wal ‘ilmu ‘indallah.
Syubhat dan Bantahan
Seputar Turunnya Nabi Isa
Oleh Al-Ustadz Qomar ZA, Lc
Mengkaji hal-hal yang sifatnya ghaib seperti turunnya Nabi Isa di akhir zaman, tentu tak luput dari pro dan kontra. Karena sebagai bagian dari ranah keimanan, tentu itu semua tak bisa ditelisik hanya dengan mengandalkan indera manusia yang terbatas. Siapa yang tak mampu menundukkan akalnya di bawah kendali keimanan, niscaya ia akan berada di barisan pasukan pengingkar.
Pengingkar Turunnya Al-Masih Isa
Di antara bentuk penyimpangan aqidah adalah pengingkaran atau tidak mengimani akan turunnya Isa. Pengingkaran ini bisa dilakukan secara individual semacam yang dilakukan oleh Mahmud Syaltut, guru besar Universitas Al-Azhar, Mesir1, atau secara kelompok seperti sebagian kelompok Mu’tazilah serta orang-orang filsafat dan atheis. (Iqamatul Burhan hal. 6)
Di antara alasan mereka dalam mengingkari turunnya Isa adalah:
• Bahwa hadits-hadits dalam hal itu palsu dan tidak masuk akal.
Jawab: Bahwa hadits-hadits dalam hal ini sangat banyak. Bahkan para ulama menggolongkannya sebagai hadits mutawatir. Asy-Syaikh Hamud At-Tuwaijiri mengatakan bahwa jumlahnya mencapai lebih dari 50 hadits. Mayoritasnya shahih dan sebagian lagi hasan. Adapun anggapan tidak masuk akal, Asy-Syaikh At-Tuwaijiri juga telah menyanggahnya. Beliau mengatakan: “Adapun nalar yang lurus dan akal sehat yang selalu berjalan bersama kebenaran ke mana kebenaran itu mengarah, niscaya tidak akan ragu-ragu dalam menerima kebenaran yang datang dari Kitabullah atau yang secara mutawatir datang dari hadits Rasulullah dalam hal turunnya Al-Masih (Isa) di akhir zaman. Tapi nalar yang melenceng serta akal yang rusak, tidak akan segan-segan menolak kebenaran. Sehingga akal yang rusak serta pengusungnya itu tidak perlu diperhitungkan.”
• Syubhat: Turunnya Isa itu mustahil, karena Nabi Muhammad adalah penutup para nabi dengan nash Al-Qur`an.
Jawab: Bahwa turunnya Isa di akhir zaman tidaklah membawa syariat yang baru. Tidak pula berhukum dengan Injil. Namun berhukum dengan syariat Allah l dan Sunnah Rasulullah n. Dan ia menjadi salah satu umat ini (seperti pada hadits-hadits yang lalu, -pent.). Al-Imam Ahmad t meriwayatkan dengan sanad yang shahih sesuai dengan syarat Al-Bukhari dan Muslim dari Samurah bin Jundub bahwa Nabi Allah dahulu mengatakan:
إِنَّ الدَّجَّالَ خَارِجٌ -فَذَكَرَ الْحَدِيْثَ وَفِيْهِ- ثُمَّ يَجِيءُ عِيْسَى بْنُ مَرْيَمَ عَلَيْهِمَا السَّلَامُ مُصَدِّقاً بِمُحَمَّدٍ n وَعَلَى مِلَّتِهِ، فَيَقْتُلُ الدَّجَّالَ ثُمَّ إِنَّمَا هُوَ قِيَامُ السَّاعَةِ
“Bahwa Dajjal pasti keluar –lalu beliau melanjutkan haditsnya, dalam hadits itu–. Lalu datanglah Isa bin Maryam membenarkan Muhammad dan di atas agama Muhammad, kemudian setelah itu tegaklah hari kiamat.” (HR. Ath-Thabarani, dan Al-Haitsami mengatakan: “Para rawinya adalah para rawi kitab Shahih.”) [Iqamatul Burhan, At-Tuwaijiri]
• Syubhat: Seandainya turunnya Isa itu termasuk prinsip iman, tentu itu akan disebut dalam Al-Qur`an dengan tegas.
Jawab: Semua yang telah shahih dari Nabi, sesuatu yang telah beliau beritakan akan terjadi, wajib kita imani. Dan ini merupakan realisasi dari syahadat Muhammad Rasulullah. Dan realisasi ini termasuk prinsip iman, di mana seseorang tidak menjadi seorang mukmin yang terlindungi darah dan hartanya hingga merealisasikan persaksian kerasulan Muhammad, berdasarkan sabda beliau:
أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوا أَنْ لَا إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَيُؤْمِنُوا بِي وَبِمَا جِئْتُ بِهِ، فَإِذَا فَعَلُوا ذَلِكَ عَصَمُوا مِنِّي دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ إِلاَّ بِحَقِّهَا وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللهِ
“Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sehingga mereka bersaksi bahwa tiada Ilah yang benar kecuali Allah, serta beriman denganku dan dengan apa yang aku bawa. Bila mereka melakukan itu maka mereka telah melindungi dariku darah dan harta mereka, kecuali dengan haknya. Dan hisabnya diserahkan kepada Allah.” (Shahih, HR. Muslim dari Abu Hurairah)
Dan telah shahih dari Nabi bahwa beliau memberitakan akan munculnya Mahdi di akhir zaman, keluarnya Dajjal, serta turunnya Isa. Sehingga wajib mengimani hal itu sebagai bentuk bukti pembenaran terhadap firman Allah:
وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى. إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَى
“Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Qur`an) menurut kemauan hawa nafsunya.” (An-Najm: 3-4)
Dan sebagai pengamalan terhadap firman-Nya:
“…Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah, dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya.” (Al-Hasyr: 7)
• Syubhat: berita-berita semacam ini akan membuka pintu bagi manusia untuk mengaku-ngaku bahwa dirinya Mahdi atau bahkan Al-Masih Ibnu Maryam.
Jawab: Berita-berita dari Nabi yang shahih, tidak bisa ditolak dengan alasan kemungkinan-kemungkinan serta argumen yang tidak tepat semacam ini. Bahkan harus dipercayai dan diterima, meskipun ada yang tergoda dengan kandungannya (sehingga mengaku-ngaku, -pent.). Allah n memerintahkan Rasul-Nya untuk mengatakan kepada manusia:
“Dan supaya aku membacakan Al-Qur`an (kepada manusia). Maka barangsiapa yang mendapat petunjuk maka sesungguhnya ia hanyalah mendapat petunjuk untuk (kebaikan) dirinya, dan barangsiapa yang sesat maka katakanlah: ‘Sesungguhnya aku (ini) tidak lain hanyalah seorang pemberi peringatan’.” (An-Naml: 92)
Demikianlah cara menyikapi berita-berita yang shahih dari Nabi, yakni disambut dengan sikap menerima dan percaya. Serta tidak perlu menoleh kepada ahlul fitnah yang menyelewengkan maknanya, tidak sesuai dengan yang semestinya dan menerapkannya tidak pada tempatnya… Dan barangsiapa mengaku bahwa dirinya adalah Al-Masih Ibnu Maryam sementara Dajjal belum keluar maka dia adalah seorang pendusta. Dan Al-Masih Ibnu Maryam itu punya dua tanda yang tidak dimiliki oleh manusia yang lain:
1. Bahwa ia membunuh Dajjal, sebagaimana dalam hadits yang mutawatir.
2. Bahwa tidak mungkin bagi seorang kafir yang mendapatkan desah nafasnya kecuali pasti mati. Sedangkan nafasnya berakhir ke mana berakhirnya pandangannya, seperti dalam hadits An-Nawas bin Sam’an z yang diriwayatkan oleh Ahmad, Muslim, At-Tirmidzi, dan Ibnu Majah. At-Tirmidzi mengatakan: “Gharib, hasan shahih.”
Dengan dua tanda ini, terkuburlah segala harapan bagi setiap pendusta yang mengaku-aku dirinya adalah Al-Masih Ibnu Maryam r. (Diringkas dari kitab Iqamatul Burhan, hal. 11-27 karya Asy-Syaikh Hamud At-Tuwaijiri)
Ahmadiyyah
Golongan lain yang menyeleweng dalam hal keimanan akan turunnya Al-Masih Ibnu Maryam adalah Ahmadiyyah. Aliran yang diprakarsai oleh seorang bernama Mirza Ghulam Ahmad Al-Qadyani ini mengklaim bahwa dirinyalah sesungguhnya yang dijanjikan dalam hadits-hadits akan turunnya Isa Ibnu Maryam. Namun karena tahu bahwa dirinya bukanlah Al-Masih Ibnu Maryam maka dia menciptakan suatu doktrin bagi pengikutnya bahwa Al-Masih Ibnu Maryam telah mati. Ini dia lakukan demi mencapai sebuah sasaran, yakni bahwa sebenarnya yang muncul bukanlah Al-Masih, tapi orang yang menyerupainya. Siapa dia? Tentu yang dia maksudkan adalah dirinya.
Bantahan :
Amat mudah sebenarnya mengungkap kedustaan mereka dan membantah pembodohan mereka terhadap umat. Saya nyatakan, mereka tentunya mengimani hadits-hadits yang menerangkan akan turunnya Isa. Jika tidak, bagaimana mungkin mereka mengklaim bahwa yang dijanjikan dalam hadits adalah orang yang menyerupai Al-Masih.
Dan sejak awal langkah, akan hancurlah proklamasi mereka bahwa Mirza-lah yang dijanjikan dalam hadits. Karena jikalau mereka mengimani hal itu, semestinya pula mereka beriman dengan sifat-sifat fisik Al-Masih, bagaimana peristiwa turunnya, misi yang diembannya, serta kondisi alam pada zamannya. Termasuk dua hal yang disebut oleh At-Tuwaijiri di atas, bahwa ia membunuh Dajjal dan bahwa setiap orang kafir yang mendapati desah nafasnya pasti akan mati.
Apakah ini terjadi pada Mirza Ghulam Ahmad Al-Qadyani, bila ia benar-benar orang yang dijanjikan dalam hadits? Tentu setiap orang tahu –termasuk Mirza sendiri– bahwa itu semua tidak terjadi pada dirinya…. Demikian pula kata-kata “turun” yang tidak menunjukkan adanya kematian, mereka takwil. Sehingga tidak mereka imani apa adanya, bahkan mereka selewengkan kepada makna lain, semacam “keluar” atau “kebangkitan”.
Adapun anggapan mereka bahwa Nabi Isa q telah wafat, tidak diangkat kepada Allah l, tentu ini juga merupakan kebatilan yang nyata. Melalui pembahasan sebelumnya, pembaca dapat menakar seberapa nilai keyakinan ini.
Namun mereka berupaya melegitimasi keyakinan tersebut dengan ayat yang mereka selewengkan maknanya. Di antaranya:
“Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul. Sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh, kamu berbalik ke belakang (murtad)?” (Ali ‘Imran: 144).
Mereka anggap bahwa para nabi seluruhnya telah wafat atas dasar makna (خَلَتْ) yakni yang telah mati. Dan bahwa Abu Bakr berdalil dengan ayat ini atas kematian Nabi Muhammad n karena para nabi sebelumnya telah mati. Para sahabat juga berijma’ atas kematian Nabi Muhammad n dan seluruh rasul sebelumnya.
Jawab: Seandainya kita terima bahwa (خَلَتْ) bermakna mati, maka dalil-dalil yang lain menunjukkan pengkhususan Isa dari hukum ini. Artinya mereka semua mati terkecuali Isa. Lalu, siapakah yang menukilkan “ijma’ para sahabat” bahwa mereka sepakat atas kematian seluruh nabi termasuk Nabi Isa? Bukankah ini semata-mata kedustaan?
“(Ingatlah), ketika Allah berfirman: ‘Hai ‘Isa, sesungguhnya Aku akan menyampaikan kamu kepada akhir ajalmu dan mengangkat kamu kepada-Ku serta membersihkan kamu dari orang-orang kafir, dan menjadikan orang-orang yang mengikuti kamu di atas orang-orang yang kafir hingga hari kiamat. Kemudian hanya kepada Akulah kembalimu, lalu Aku memutuskan di antaramu tentang hal-hal yang selalu kamu berselisih padanya.” (Ali ‘Imran: 55)
Mereka mengatakan bahwa Ibnu Abbas c menafsirkan kata (مُتَوَفِّيكَ) “mewafatkanmu” yakni mematikanmu.
Jawab: Bahwa maksud Ibnu Abbas adalah mewafatkannya di akhir zaman setelah turunnya. Yang semakin menguatkan hal ini adalah apa yang diriwayatkan oleh Ishaq bin Bisyr dan Ibnu ‘Asakir dari Ibnu Abbas c dalam menafsirkan ayat ini. Beliau katakan: “Allah l mengangkatmu kemudian mewafatkanmu di akhir zaman.” (lihat Ad-Dur Al-Mantsur, 2/36)
Dan Ibnu Abbas sendirilah yang menjelaskan maksud ucapannya, tidak memerlukan orang-orang Ahmadiyyah untuk menyelewengkan ucapannya menuruti keinginan mereka. Demikian pula riwayat-riwayat lain dari beliau yang menunjukkan keimanan tentang diangkatnya Isa dan akan turunnya beliau. Seperti tafsir beliau terhadap ayat 61 dari surat Az-Zukhruf: “Sungguh itu adalah tanda untuk datangnya hari kiamat.” Beliau katakan: “Yakni munculnya Isa bin Maryam sebelum hari kiamat.” (HR. Al-Imam Ahmad)
Kemudian kata (مُتَوَفِّيكَ) “mewafatkanmu” dalam penggunaan bahasa Arab yaitu bahasa Al-Qur`an, tidak terbatas pada “kematian”. Bahkan bisa berarti “mengambil atau menangkap”, terkadang juga bermakna “menidurkan”. Ibnu Taimiyyah menjelaskan: “Adapun firman Allah :
“(Ingatlah), ketika Allah berfirman: ‘Hai Isa, sesungguhnya Aku akan menyampaikan kamu kepada akhir ajalmu, mengangkat kamu kepada-Ku serta membersihkan kamu dari orang-orang kafir’.” (Ali Imran: 55)
justru menunjukkan bahwa Allah tidak memaksudkan dengan kata (مُتَوَفِّيكَ) adalah mati. Kalau yang Allah maksudkan adalah kematian, tentu dalam hal ini Isa sebagaimana mukminin yang lain, karena sesungguhnya Allah l ambil arwah mereka dan Allah angkat menuju langit. Dengan itu diketahui, tidak ada keistimewaan (pada Nabi Isa kalau begitu, pent.)... Padahal pada ayat yang lain, Allah berfirman:
“Dan karena ucapan mereka: ‘Sesungguhnya Kami telah membunuh Al-Masih, Isa putra Maryam, Rasul Allah’, padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh ialah) orang yang diserupakan dengan Isa bagi mereka. Sesungguhnya orang-orang yang berselisih paham tentang (pembunuhan) Isa, benar-benar dalam keragu-raguan tentang yang dibunuh itu. Mereka tidak mempunyai keyakinan tentang siapa yang dibunuh itu, kecuali mengikuti persangkaan belaka, mereka tidak (pula) yakin bahwa yang mereka bunuh itu adalah Isa. Tetapi (yang sebenarnya), Allah telah mengangkat Isa kepada-Nya….” (An-Nisa`: 157-158)
Firman Allah l di sini “Allah mengangkatnya kepada-Nya” menerangkan bahwa ia diangkat dengan jasad dan rohnya. Oleh karena itu, para ulama mengatakan bahwa makna: (مُتَوَفِّيكَ) adalah “mengambilmu”2 yakni mengambil roh dan badanmu… Dan terkadang bermakna menidurkan seperti firman-Nya:
اللهُ يَتَوَفَّى الْأَنْفُسَ حِينَ مَوْتِهَا وَالَّتِي لَمْ تَمُتْ فِي مَنَامِهَا
“Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya.” (Az-Zumar: 42)
وَهُوَ الَّذِي يَتَوَفَّاكُمْ بِاللَّيْلِ وَيَعْلَمُ مَا جَرَحْتُمْ بِالنَّهَارِ ثُمَّ يَبْعَثُكُمْ فِيهِ لِيُقْضَى أَجَلٌ مُسَمًّى ثُمَّ إِلَيْهِ مَرْجِعُكُمْ ثُمَّ يُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
“Dan Dialah yang menidurkan kamu di malam hari dan Dia mengetahui apa yang kamu kerjakan pada siang hari, kemudian Dia membangunkan kamu pada siang hari untuk disempurnakan umur (mu) yang telah ditentukan, kemudian kepada Allah-lah kamu kembali, lalu Dia memberitahukan kepadamu apa yang dahulu kamu kerjakan.” (Al-An’am: 60) [Majmu’ Fatawa, 4/322-323]
Ahmadiyyah mengatakan bahwa maksud diangkatnya Isa adalah diangkat derajatnya. Allah mengangkat derajatnya dan Allah l angkat rohnya sebagaimana arwah kaum mukminin. Seperti Nabi Idris :
وَاذْكُرْ فِي الْكِتَابِ إِدْرِيسَ إِنَّهُ كَانَ صِدِّيقًا نَبِيًّا. وَرَفَعْنَاهُ مَكَانًا عَلِيًّا
“Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka, kisah) Idris (yang tersebut) di dalam Al-Qur`an. Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat membenarkan dan seorang nabi. Dan Kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi.” (Maryam: 56-57)
Jawab: Tentang Idris q, para ulama memiliki beberapa tafsir tentang ayat itu. Di antara para ulama mengatakan bahwa Allah l mengangkatnya ke langit dalam keadaan hidup lalu meninggal padanya. Dan ini tafsiran Ibnu Abbas, Mujahid, dan selain keduanya dari ulama salaf. Dengan tafsir ini maka ayat ini justru menjadi dalil yang mematahkan pendapat mereka.
Yang lain berpendapat diangkatnya derajat Nabi Idris di dalam surga, dan tanpa diragukan, bahwa itu dengan jasad dan rohnya. Lalu seandainya pun ayat yang berkaitan dengan Idris itu artinya terangkatnya derajat, tidak mesti berarti demikian pada ayat yang berkaitan dengan Isa. Karena tentang Isa sangat jelas bahwa maksudnya adalah terangkatnya roh dan jasad dengan alasan:
Allah mengatakan: “Dan mengangkatmu kepada-Ku”, “Bahkan Allah mengangkatnya kepada-Nya.” Dan sesuatu yang telah tetap/pasti dan disepakati kaum muslimin bahwa Allah berada pada ketinggian. Sehingga arti diangkat kepadanya adalah ke langit. Berbeda dengan ayat yang berkaitan dengan Idris “Dan kami mengangkatnya pada tempat yang tinggi” (tidak ada kata-kata “kepada-Ku” atau “kepada-Nya”). Tentu orang yang sedikit saja tahu bahasa Arab akan mengetahui perbedaan kedua susunan kalimat itu.
Seandainya pun –kita mengalah dalam diskusi– bahwa ayat tidak menunjukkan diangkatnya jasad Isa ke langit, namun hadits-hadits sendiri dengan tegas menunjukkan demikian dan jumlahnya sangat banyak. Lantas apa keistimewaan Isa kalau dikatakan seperti layaknya muslimin yang lain?
Dalam ayat An-Nisa 157-158 di atas terdapat dalil yang sangat jelas bagaikan terangnya matahari menunjukkan apa yang telah dijelaskan dan yang diimani kaum mukminin. Firman-Nya: “Bahkan Allah mengangkatnya kepada-Nya” menunjukkan diangkatnya roh dan jasad. Seandainya Allah memaksudkan kematian, tentunya akan dikatakan: “Tidaklah mereka membunuhnya dan tidaklah mereka menyalibnya… bahkan ia mati.” (Lihat At-Taudhih li Ifkil Ahmadiyyah fi Za’mihim Wafatal Masih, karya Shalih bin Abdul ‘Aziz As-Sindi)
Wallahu a’lam bish shawab.
1 Dalam buku kumpulan fatwanya hal. 59-82. Lihat Asyrathus Sa’ah hal. 349, Ash-Shahihah no. 1529.
1 Bukan “mewafatkanmu”.
Misi Nabi Isa Turun ke Bumi
Oleh Al-Ustadz Qomar ZA, Lc.
Nabi Isa diturunkan ke muka bumi memang bukan dalam kapasitasnya sebagai rasul yang menyerukan syariat baru. Tidak pula menghapus syariat nabi terakhir Muhammad. Lantas misi apa yang beliau emban?
Merujuk kepada hadits-hadits yang lalu, kita akan mengetahui misi Nabi Isa ketika turunnya. Di antaranya:
1. حَكَمًا عَدْلًا,
sebagai hakim yang adil.
Al-Imam An-Nawawi menerangkan: “Yakni beliau turun sebagai hakim dengan (hukum) syariat ini, bukan turun sebagai nabi yang membawa risalah tersendiri atau syariat yang menghapus (syariat Nabi Muhamad, -pent.). Bahkan beliau adalah salah seorang hakim di antara hakim-hakim umat ini. (Syarah Muslim, 2/366. Demikian pula Ibnu Hajar menerangkan dalam Fathul Bari, 6/491)
Ibnu Abi Dzi’b mengatakan kepada Al-Walid bin Muslim, ketika menyampaikan hadits Abu Hurairah, bahwa: “Nabi Isa mengimami/memimpin kalian dengan kitab Rabb kalian dan Sunnah Nabi kalian.” (Shahih Muslim 1/369-392 Kitabul Iman, Fi Nuzul Ibnu Maryam. Cet. Darul Ma’rifah).
2. يَكْسِرَ الصَّلِيبَ,
memecah atau menghancurkan salib.
Ibnu Hajar mengatakan: “Yakni membatalkan agama Nasrani, dengan cara menghancurkan salib dengan sebenar-benarnya, serta membatalkan apa yang diyakini oleh orang Nasrani tentang keagungannya.” (Fathul Bari, 6/491)
3. َيَقْتُلَ الْخِنْزِيرَ,
membunuh babi.
Al-Imam An-Nawawi mengatakan bahwa padanya terdapat dalil bagi pilihan madzhab kami (madzhab Asy-Syafi’i) dan madzhab mayoritas para ulama bahwa bila kita mendapati babi di negeri peperangan atau negeri aman sementara kita dapat membunuhnya maka hendaknya kita membunuhnya. (Syarhun Nawawi, 2/367)
4. يَضَعَ الْـجِزْيَةَ,
meletakkan atau menggugurkan jizyah.
Jizyah adalah semacam upeti yang dibebankan kepada ahlul kitab yang hidup di tengah negeri muslimin, ketika mereka tidak mau memeluk agama Islam. Dengan itu, mereka boleh tinggal di negeri muslimin serta mendapatkan jaminan keamanan dari muslimin. Tapi dengan turunnya Nabi Isa maka Islam tidak lagi menerima jizyah, yang juga berarti tidak diterimanya lagi dari ahlul kitab kecuali Islam. Al-Imam An-Nawawi t mengatakan: “Makna yang benar adalah bahwa beliau tidak akan menerima jizyah, tidak menerima dari orang kafir kecuali Islam, dan orang kafir yang tetap ingin membayar jizyah, mereka tidak akan dilindungi. Bahkan beliau tidak akan menerima kecuali Islam atau kalau tidak, dibunuh. Demikian dikatakan Abu Sulaiman Al-Khaththabi dan yang lain dari kalangan para ulama.” (Syarhun Nawawi, 2/367).
5. Mengajak orang untuk masuk Islam atau memerangi manusia demi Islam.
Disebutkan dalam hadits dari Abu Hurairah, Nabi bersabda:
لَيْسَ بَيْنِي وَبَيْنَهُ نَبِيٌّ -يَعْنِي عِيسَى- وَإِنَّهُ نَازِلٌ فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَاعْرِفُوهُ رَجُلٌ مَرْبُوعٌ إِلَى الْحُمْرَةِ وَالْبَيَاضِ بَيْنَ مُمَصَّرَتَيْنِ كَأَنَّ رَأْسَهُ يَقْطُرُ وَإِنْ لَمْ يُصِبْهُ بَلَلٌ فَيُقَاتِلُ النَّاسَ عَلىَ الْإِسْلَامِ فَيَدُقُّ الصَّلِيبَ وَيَقْتُلُ الْخِنْزِيرَ وَيَضَعُ الْجِزْيَةَ وَيُهْلِكُ اللهُ فِي زَمَانِهِ الْـمِلَلَ كُلَّهَا إِلاَّ الْإِسْلَامَ وَيُهْلِكُ الْمَسِيحَ الدَّجَّالَ فَيَمْكُثُ فِي الْأَرْضِ أَرْبَعِينَ سَنَةً ثُمَّ يُتَوَفَّى فَيُصَلِّي عَلَيْهِ الْمُسْلِمُونَ
“Tidak ada antara aku dengan dia nabi –yakni Isa– dan ia pasti turun, dan bila kamu melihatnya maka ketahuilah dia. Seorang lelaki yang tingginya sedang, agak merah dan putih, antara dua pakaian yang berwarna agak kuning, seakan-akan kepalanya meneteskan air, walaupun tidak basah. Lalu ia memerangi manusia agar masuk Islam, menghancurkan salib, membunuh babi, menghilangkan jizyah, dan pada masanya, Allah hancurkan agama-agama seluruhnya kecuali Islam, dan ia membunuh Al-Masih Ad-Dajjal, lalu ia tinggal di bumi selama 40 tahun. Kemudian ia wafat lalu kaum muslimin menyalatinya.” (HR. Ahmad, Abu Dawud no. 4324, dan Ibnu Hibban. Dishahihkan oleh Ibnu Hajar t dalam Fathul Bari, 6/493 dan Al-Albani t dalam Ash-Shahihah no. 2182)
Sumber :http://www.asysyariah.com
0 comments:
Post a Comment