Thursday, June 7, 2012

Gua Sunyaragi, Sisa-Sisa Kejayaan Keraton Cirebon


Gua Sunyaragi, 
Sisa-Sisa Kejayaan Keraton Cirebon
Jika kita ingin melihat sisa-sisa kejayaan masa lalu Keraton Cirebon, mampirlah ke Taman Sunyaragi atau biasa disebut dengan Gua Sunyaragi!
Taman
Aroma kemegahan langsung terasa begitu kami menjejakkan kaki di pintu masuk Taman Sunyaragi. Susunan batu-batu yang tidak teratur, tetapi menampakkan kegagahan dan kepongahan tamansari yang merupakan salah satu bagian bangunan kerajaan di masa lalu.


Tamansari Sunyaragi adalah salah satu peninggalan sejarah di Kota Cirebon, setelah Keraton-Keraton, seperti Keraton Kasepuhan, Kanoman, dan Masjid Walisangan Ciptarasa. Letaknya yang berada ditengah-tengah Kota Cirebon, yaitu di Jln.Brigjend. A.R.Dharsono, menjadikan bangunan bersejarah ini sangat mudah sekali dijangkau. Barangkali kalau mau bertanya, niscaya hampir seluruh masyarakat Kota Cirebon akan mengenalnya.
Luas situs ini kurang lebih 1,5 Ha, merupakan peninggalan para Sultan Cirebon. Menurut buku Purwaka Carabuna Nagari karya Pangeran Arya Carbon, Tamansari Sunyaragi dibangun pada tahun 1703 M oleh oleh Pangeran Kararangen. Sedang Pangeran Kararangen adalah nama lain dari Pangeran Arya Carbon sendiri. Tamansari Sunyaragi telah beberapa kali mengalami perbaikan, yang pertama adalah pada tahun 1852 M, yaitu zaman pemerintahan Sultan Syamsudin IV, setelah dilanda kerusakan oleh serangan Belanda pada tahun 1787 M, bangunan ini direnovasi untuk yang pertama kali. Kedua adalah pada tahun 1937-1938 M pernah dipugar oleh Pemerintahan Belanda yang pelaksanaannya diserahkan kepada seorang petugas Dinas Kebudayaan di Semarang, Krisjnan namanya.


Pada zaman Orde Baru, dimana tengah dilaksanakan pembangunan nasional, maka Pemerintah dalam hal ini Direktorat Perlindungan dan Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala, Direkorat Jenderal Kebudayaan, memugar taman ini secara keseluruhannya sejak tahun 1976 sampai tahun 1984. Setelah selesai pemugarannya, pengunjung Tamansari Sunyaragi semakin meningkat, baik kalangan pelajar, mahasiswa, masyarakat umum, maupun wisatawan asing. Dan, kondisi sekarang ini, keadaannya cukup memprihatinkan, selain kebersihannya kurang terjaga, rumput ilalang banyak tumbuh disana-sini, juga bangunan-bangunan yang ada mulai terlihat tergerus oleh panas dan hujan.

Seperti layaknya sebuah keraton, begitupun dengan Tamansari Sunyaragi, terdiri dari bagian-bagian yang sangat luas dengan fungsinya masing-masing. Bagian pertama adalah Gua Pengawal, gua ini adalah sebagai pusat para prajurit yang bertugas mengawasi keadaan Tamansari. Bagian kedua adalah Bangsal Jinem, tempat ini biasanya dipergunakan sebagai tempat pertemuan tamu-tamu keraton yang mengunjungi tamansari. Bagian ketiga adalah Gua Peteng, gua ini memang keadaannya sangat gelap sekali, makanya dinamakan gua peteng. Dulu, para pangeran dan para sultan banyak lelaku, dan lelaku-lelaku itu biasanya dilakukan di Gua Peteng. Bagian keempat adalah Gedung Penembahan, yang terdiri dari ruang kaputran-tempat bersoleknya para Pangeran, dan ruang Kaputren--tempat bersoleknya para Putri Keraton.

Bagian selanjutnya adalah Balai Kambang, adalah suatu bangunan dengan luas 25 meter persegi, yang menurut ceritanya, bangunan ini zaman dulu dikelilingi oleh air. Sehingga para tamu bisa langsung masuk dari pintu pertama langsung menuju Balai Kambang dengan menggunakan perahu. Kemudian para abdi keraton menyambut tamu yang hadir dengan menabuh gamelan diatas Balai Kambang. Terus menyusuri gua, kemudian kita akan sampai di Gua Padang Ati, adalah tempat semedinya para Pangeran mencari petunjuk Sang Ilahi, terutama jika sedang ada suatu permasalahan. Di sebelahnya adalah Gua kelanggengan, gua ini dipercaya sebagai tempat yang dapat melanggengkan pernikahan keluarga, atau seseorang yang ingin segera mendapat jodoh.
Selain gua-gua tersebut di atas, juga terdapat taman-taman yang dipercaya sebagai taman-taman yang sangat indah pada waktu zamannya. Indah karena taman-taman tersebut, nampak dari petilasannya, tersusun sangat rapi dan bernuansa romantis. Terbuka, bisa memandang langit dengan leluasa dan disertai dengan tempat duduk dari batu sebagai tempat bersantai. Taman-taman tersebut adalah Taman Bajenggi Obahing Bumi, Taman Puteri Bucu, Perawan Sunti, dan Taman Kaputren. Sayangnya ada beberapa bagian yang sudah mulai rusak bahkan lapuk ditelan masa. Seperti sisi utara tamansari ini dinding-dindingnya retak-retak, bahkan bisa membahayakan para pengunjung kalau kerikil-kerikil yang menempel pada temboknya jatuh dan mengenai salah satu anggota tubuh kita. Beberapa sudut gua juga banyak sekali sarang nyamuk, menunjukkan bahwa tempat ini jarang dibersihkan. Namun, dari segala kekurangan tempat ini, Tamansari tetap mempunyai daya tarik untuk dikunjungi, mengingat bangunan ini mempunyai nilai sejarah yang sangat tinggi sebagai warisan budaya Bangsa Indonesia untuk generasi masa depan.



Sejarah Pembangunan Gua Sunyaragi
Sejarah berdirinya gua Sunyaragi memiliki dua buah versi, yang pertama adalah berita lisan tentang sejarah berdirinya gua Sunyaragi yang disampaikan secara turun-temurun oleh para bangsawan Cirebon atau keturunan keraton. Versi tersebut lebih dikenal dengan sebutan versi Carub Kanda. Versi yang kedua adalah versiCaruban Nagari yaitu berdasarkan buku “Purwaka Caruban Nagari” tulisan tangan Pangeran Kararangen tahun 1720. Namun sejarah berdirinya gua Sunyaragi versi Caruban Nagari berdasarkan sumber tertulislah yang digunakan sebagai acuan para pemandu wisata gua Sunyaragi yaitu tahun 1703 Masehi untuk menerangkan tentang sejarah gua Sunyaragi karena sumber tertulis lebih memiliki bukti yang kuat daripada sumber-sumber lisan. Kompleks Sunyaragi dilahirkan lewat proses yang teramat panjang. Tempat ini beberapa kali mengalami perombakan dan perbaikan. Menurut buku Purwaka Carabuna Nagari karya Pangeran Arya Carbon, Tamansari Gua Sunyaragi dibangun pada tahun 1703 M oleh Pangeran Kararangen. Pangeran Kararangen adalah nama lain dari Pangeran Arya Carbon.


Namun menurut Caruban Kandha dan beberapa catatan dari Keraton Kasepuhan, Tamansari dibangun karena Pesanggrahan ”Giri Nur Sapta Rengga” berubah fungsi menjadi tempat pemakaman raja-raja Cirebon, yang sekarang dikenal sebagai Astana Gunung Jati. Terutama dihubungkan dengan perluasan Keraton Pakungwati (sekarang Keraton Kasepuhan Cirebon) yang terjadi pada tahun 1529M, dengan pembangunan tembok keliling keraton, Siti Inggil dan lain-lain. Sebagai data perbandingan, Siti Inggil dibangun dengan ditandai candra sengkala ”Benteng Tinataan Bata” yang menunjuk angka tahun 1529 M.


Di Tamansari Gua Sunyaragi ada sebuah taman Candrasengkala yang disebut ”Taman Bujengin Obahing Bumi” yang menunjuk angka tahun 1529. Di kedua tempat itu juga terdapat persamaan, yakni terdapat gapura ”Candi Bentar” yang sama besar bentuk dan penggarapannya. Pangeran Kararangen hanya membangun kompleks Gua Arga Jumut dan Mande Kemasan saja.


Arsitektur Gua Sunyaragi
Dilihat dari gaya atau corak dan motif-motif ragam rias yang muncul serta pola-pola bangunan yang beraneka ragam dapat disimpulkan bahwa gaya arsitektur gua Sunyaragi merupakan hasil dari perpaduan antara gaya Indonesia klasik atau Hindu, gaya Cina atauTiongkok kuno, gaya Timur Tengah atau Islam dan gaya Eropa.


Gaya Indonesia klasik atau Hindu dapat terlihat pada beberapa bangunan berbentuk joglo. Misalnya, pada bangunan Bale Kambang,Mande Beling dan gedung Pesanggrahan, bentuk gapura dan beberapa buah patung seperti patung gajah dan patung manusiaberkepala garuda yang dililit oleh ular. Seluruh ornamen bangunan yang ada menunjukkan adanya suatu sinkretsime budaya yang kuat yang berasal dari berbagai dunia. Namun, umumnya dipengaruhi oleh gaya arsitektur Indonesia Klasik atau Hindu.


Gaya Cina terlihat pada [[ukiran] bunga seperti bentuk bunga persik, bunga matahari dan bunga teratai. Di beberapa tempat, dulu Gua Sunyaragi dihiasi berbagai ornamen keramik Cina di bagian luarnya. Keramik-keramik itu sudah lama hilang atau rusak sehingga tidak diketahui coraknya yang pasti. Penempatan [[keramik|keramik-keramik] pada bangunan Mande Beling serta motif mega mendungseperti pada kompleks bangunan gua Arga Jumut memperlihatkan bahwa gua Sunyaragi mendapatkan pengaruh gaya arsitektur Cina. Selain itu ada pula kuburan Cina, kuburan tersebut bukanlah kuburan dari seseorang keturunan Cina melainkan merupakan sejenis monumen yang berfungsi sebagai tempat berdoa para keturunan pengiring-pengiring dan pengawal-pengawal Putri Cina yang bernamaOng Tien Nio atau Ratu Rara Sumanding yang merupakan istri dari Sunan Gunung Jati.


Sebagai peninggalan keraton yang dipimpin oleh Sultan yang beragama Islam, gua Sunyaragi dilengkapi pula oleh pola-pola arsitektur bergaya Islam atau Timur Tengah. Misalnya, relung-relung pada dinding beberapa bangunan, tanda-tanda kiblat pada tiap-tiap pasalatan atau musholla, adanya beberapa pawudlon atau tempat wudhu serta bentuk bangunan Bangsal Jinem yang menyerupai bentuk Kabah jika dilihat dari sisi belakang Bangsal Jinem. Hal tersebut menjelaskan bahwa gaya arsitektur gua Sunyaragi juga mendapat pengaruh dari Timur Tengah atau Islam.


Gua Sunyaragi didirikan pada zaman penjajahan Belanda sehingga gaya arsitektur Belanda atau Eropa turut memengaruhi gaya arsitektur gua Sunyaragi. Tanda tersebut dapat terlihat pada bentuk jendela yang tedapat pada bangunan Kaputren, bentuk tangga berputar pada gua Arga Jumut dan bentuk gedung Pesanggrahan.
Secara visual, bangunan-bangunan di kompleks gua Sunyaragi lebih banyak memunculkan kesan sakral. Kesan sakral dapat terlihat dengan adanya tempatbertapa seperti pada gua Padang Ati dan gua Kelangenan, tempat salat dan pawudon atau tempat untuk mengambil air wudhu, lorong yang menuju ke Arab dan Cina yang terletak di dalam kompleks gua Arga Jumut; dan lorong yang menuju ke Gunung Jati pada kompleks gua Peteng. Di depan pintu masuk gua Peteng terdapat patung Perawan Sunti. Menurut legenda masyarakat lokal, jika seorang gadis memegang patung tersebut maka ia akan susah untuk mendapatkanjodoh. Kesan sakral nampak pula pada bentuk bangunan Bangsal Jinem yang menyerupai bentuk Kabah jika dilihat dari sisi belakang Bangsal Jinem. Selain itu ada pula patung Haji Balela yang menyerupai patung Dewa Wisnu.


Pada tahun 1997 pengelolaan gua Sunyaragi diserahkan oleh pemerintah kepada pihak keraton Kasepuhan. Hal tersebut sangat berdampak pada kondisi fisik gua Sunyaragi. Kurangnya biaya pemeliharaan menyebabkan lokasi wisata gua Sunyaragi lama kelamaan makin terbengkelai.


Upaya Pemugaran
Tahun 1852 taman ini sempat diperbaiki karena pada tahun 1787 sempat dirusak Belanda. Saat itu, taman ini menjadi benteng pertahanan. Tan Sam Cay, seorang arsitek Cina, konon diminta Sultan Adiwijaya untuk memperbaikinya. Namun, arsitek Cina itu ditangkap dan dibunuh karena dianggap telah membocorkan rahasia gua Sunyaragi kepada Belanda. Karena itu, di kompleks Taman Sunyaragi juga terdapat patok bertulis ”Kuburan Cina”.

Pemugaran Tamansari Gua Sunyaragi pernah dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda pada 1937-1938. 


Pelaksanaannya diserahkan kepada seorang petugas Dinas Kebudayaan Semarang. Namanya, Krisjman. Ia hanya memperkuat konstruksi aslinya dengan menambah tiang-tiang atau pilar bata penguat, terutama pada bagian atap lengkung. Namun kadang-kadang ia juga menghilangkan bentuk aslinya, apabila dianggap membahayakan bangunan keseluruhan. Seperti terlihat di Gua Pengawal dan sayap kanan-kiri antara gedung Jinem dan Mande Beling.


Pemugaran terakhir dilakukan Direktorat Perlindungan dan Pembinaan Sejarah dan Purbakala, Direktorat Jenderal Kebudayaan, yang memugar Tamansari secara keseluruhan dari tahun 1976 hingga 1984. Sejak itu tak ada lagi aktivitas pemeliharan yang serius pada kompleks ini.


Bangunan tua ini hingga kini masih ramai dikunjungi orang, karena letaknya persis di tepi jalan utama. Tempat parkir lumayan luas, taman bagian depan mendapat sentuhan baru untuk istirahat para wisatawan. Terdapat juga panggung budaya yang digunakan untukpementasan kesenian Cirebon. Namun keadaan panggung budaya tersebut kini kurang terurus, penuh dengan tanaman liar. Kolam di kompleks Taman Sari pun kurang terurus dan airnya mengering.


DETAIL AREA
Pemandangan sebuah struktur bangunan Kaputren di kompleks Gua Sunyaragi yang terlihat seperti belum lengkap dengan lubang masuk dan jendela berbentuk lengkung pada bagian atasnya yang tampaknya dipengaruhi gaya bangunan Eropa. Struktur di sebelah kanan dan bagian depan menyerupai bentuk sebuah kolam pemandian, atau Tamansari, namun airnya telah tidak ada lagi.
Sebuah bangunan di Gua Sunyaragi yang berbentuk seperti sebuah sangkar besar beratap dua tingkat, yang mungkin berfungsi sebagai sebuah pesanggrahan atau tempat untuk bermeditasi. Untuk mengenal Gua Sunyaragi, dengan begitu banyaknya nama tempat di kompleks ini, tidak bisa tidak anda membutuhkan seorang pemandu.
Gua Sunyaragi Cirebon
Struktur bebatuan karang Gua Sunyaragi yang bentuknya menyerupai awan, sebuah corak kota Cirebon yang dikenal dengan sebutan Mega Mendung.
Gua Sunyaragi Cirebon
Dinding bebatuan Gua Sunyaragi yang berbentuk gunung-gunungan, seperti layaknya rumah semut yang sepintas terkesan serampangan, dan di bagian tengah terlihat patung batu kasar berbentuk gajah dalam ukuran kecil.
Gua Sunyaragi Cirebon
Mande Beling di Gua Sunyaragi yang beratap cungkup Joglo tunggal, yang menunjukkan pengaruh Hindu Jawa, di tengahnya terdapat pendopo batu tinggi bersegi empat dengan permukaan halus. Ketika Sultan Cirebon menerima bawahan untuk bermufakat, digunakan Bangsal Jinem, sedangkan Mande Beling digunakan Sultan untuk beristirahat ketika di Gua Sunyaragi.
Gua Sunyaragi Cirebon
Di ujung kiri bawah adalah salah satu patung Gua Sunyaragi yang bernama Patung Perawan Sunti, yang menurut mitos setempat dipercayai bahwa jika seorang gadis memegang patung batu tersebut maka ia akan sulit untuk mendapatkan jodohnya.
Gua Sunyaragi Cirebon
Patung Perawan Sunti itu berada di depan Gua Peteng, yang merupakan gua utama di situs Gua Sunyaragi yang digunakan untuk bersemadi dan menyepi para Sultan Cirebon.
Gua Sunyaragi Cirebon
Sebuah patung batu di Gua Sunyaragi dengan kepala berbentuk kepala burung Garuda dan tubuh serta kaki manusia, tengah duduk dengan posisi kaki terbuka, dengan badan dililit ular besar, terlihat agak samar di tengah bebatuan yang berbentuk tidak beraturan.
Gua Sunyaragi Cirebon
Pintu gerbang bagian dalam Gua Sunyaragi. Adalah sejak pengelolaan Gua Sunyaragi diserahkan kepada Keraton Kasepuhan pada tahun 1997, kondisi Gua Sunyaragi ini kian lama kian terbengkalai. Penyerahan itu mungkin karena Gua Sunyaragi ini dahulunya merupakan salah satu bagian dari keraton Pakungwati, yang sekarang bernama Keraton Kasepuhan.


Mungkin sudah waktunya Kompleks Gua Sunyaragi pengelolaannya diambil alih kembali oleh pemerintah, karena selain memerlukan perhatian yang lebih baik, situs Gua Sunyaragi ini juga perlu dipugar secara menyeluruh sehingga bisa menjadi sebuah situs yang mampu menunjukkan keagungan Kesultanan dan budaya Cirebon masa lalu dan kini.


Gua Sunyaragi Cirebon
Jl. Brigjen Darsono,
Kelurahan Sunyaragi, Kesambi,
Kota Cirebon
GPS: -6.73709, 108.54338


http://travel.detik.com/read/, http://thearoengbinangproject.com/

0 comments:

Post a Comment