Showing posts with label SOEKARNO isme. Show all posts
Showing posts with label SOEKARNO isme. Show all posts

Tuesday, June 5, 2012

Cara Soekarno beli BH di Amerika


KENANGAN yang  .....
Ini cara Soekarno beli BH di Amerika
Ini cara Soekarno beli BH di Amerika
Presiden Soekarno selalu punya cerita. Salah satu yang menarik adalah cara Soekarno memilihkan BH alias bra di toko serba di California, Amerika Serikat.


Ceritanya di tahun 1956, saat itu Soekarno pertama kali mengunjungi Amerika Serikat. Setelah melakukan sejumlah urusan kenegaraan, Soekarno pun ingin membeli oleh-oleh untuk istrinya. Dia teringat salah satu istrinya memesan BH.


Soekarno ditemani Nyonya Eric Johnson, istri dari raja film Holywood. Keduanya pun pergi ke sebuah toko besar. Tapi rupanya Soekarno tidak mengerti bagaimana menyebut BH dalam bahasa Inggris.


"Bolehkah kulihat salah satu dari mangkuk daging yang terbuat dari satin hitam itu? Kasihan Nyonya Johnson. Wajahnya menjadi merah. Bayangkan aku menyebut benda itu mangkok daging," ujar Soekarno dalam biografi 'Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia' yang ditulis Cindy Adams.


"Pramuniaga itu mengambilkan beberapa buah, tetapi aku lupa ukuran BH istriku. Maka Soekarno meminta Nyonya Johnson memanggil semua pramuniaga wanita di toko itu. Walau dengan wajah merah karena malu, Nyonya Johnson tetap menuruti perintah Soekarno. Maka Soekarno pun memperhatikan buah dada para pramuniaga itu dengan cermat.


"Setelah para pramuniaga itu dibariskan, dengan gayaku yang hati-hati, aku meneliti mereka dengan cermat, sambil berkata. Tidak engkau terlalu kecil, Oooh engkau kebesaran. Kemudian aku menunjuk seorang wanita dan menyatakan, Ya! Engkkau pas sekali. Aku akan membeli BH sesuai ukuranmu," ujar Soekarno.


Ternyata memang benar BH itu cocok dengan ukuran istri Soekarno.


Cerita soal BH di Amerika bukan hanya itu saja. Berkat Eric Johnson, Soekarno sempat menemui para artis top Holywood saat itu. Salah satunya adalah Jayne Mansfield, salah satu artis seksi Holywood.
President soekarno dengan Marilyn Monroe
"Kuingat Jayne Mansfield memakai baju beludru yang ketat dan tampak dengan sangat-sangat jelas, ia tidak menggunakan apa-apa di balik baju itu. Belakangan tali pengikatnya putus. Aku diberi tahu kejadian itu sering dialaminya," kenang Soekarno.
Jayne Mansfield

FAKTA IRONIS dibalik MOBIL KEPRESIDENAN / PRESIDEN RI-1 SOEKARNO


FAKTA IRONIS 
dibalik MOBIL KEPRESIDENAN / PRESIDEN RI-1 SOEKARNO
soekarno 1711
Mobil kepresidenan Soekarno ternyata hasil curian


Mobil dinas kepresidenan yang dipakai Presiden Susilo Bambang Yudhoyono adalah mobil Mercedes-Benz S600L model W221. Mobil keluaran tahun 2008 ini tahan peluru, canggih dan amat nyaman digunakan.
Kunjungan Presiden SBY di Gang Sate Ponorogo
Bagaimana dengan mobil kepresidenan pertama yang digunakan Presiden RI pertama, Soekarno? Ternyata malah mobil curian!
Ceritanya saat itu Republik Indonesia baru diproklamasikan. Tapi belum ada mobil kepresidenan untuk Soekarno. Masa iya, Paduka Yang Mulia Presiden Republik Indonesia harus jalan kaki kemana-mana?


"Para pengikutku yang setia menganggap sudah seharusnya seorang presiden memiliki sebuah sedan mewah. Karena itu mereka mengusahakannya. Sudiro mengetahui ada sebuah Buick besar muat tujuh orang yang merupakan mobil paling bagus di Jakarta. Dengan gorden di jendela belakang."


"Sayang mobil ini milik Kepala Jawatan Kereta Api, seorang Jepang. Tetapi soal begini tidaklah membuat pusing Sudiro. Tanpa kuketahui, dia pergi mencari mobil itu dan menemukannya sedang diparkir di sebuah garasi," ujar Soekarno dalam biografi 'Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia' yang ditulis Cindy Adams.


Sudiro yang mengenal supir itu langsung meminta sang supir menyerahkan kunci mobil Buick mewah tersebut. Sopir itu bertanya akan diapakan mobil tersebut.


"Saya bermaksud memberikannya kepada Presiden kita," balas Sudiro.


Sopir muda itu pun mengangguk setuju. Dia menyerahkan kunci mobil majikannya pada Sudiro. Sopir ini pun kemudian disuruh Sudiro pulang kampung agar tidak dicari majikannya. 


Mobil sudah ada. Kunci pun sudah ada. Namun masalah belum selesai, Sudiro ternyata tak bisa menyetir mobil. Zaman itu memang sangat sedikit pribumi yang bisa menyetir mobil.


"Hanya beberapa di antara kami yang bisa. Orang pribumi tidak memiliki kendaraan di zaman Belanda dan hanya para pejabat yang diizinkan di zaman Jepang. Syukurlah, dengan pertolongan kawan Sudiro yang lain, seorang sopir pembesar Jepang, akhirnya mobil itu sampai ke rumahnya yang baru, di halaman belakang rumahku," jelas Soekarno.
http://www.merdeka.com/

Wednesday, May 2, 2012

Tentang Ir. Soekarno أحمد سوكارنو

Tentang Perjaalanan Hidup 
Ir. Soekarno أحمد سوكارنو
Ir. Soekarno (lahir di Blitar, Jawa Timur, 6 Juni 1901 – meninggal di Jakarta, 21 Juni 1970 pada umur 69 tahun) adalah Presiden Indonesia pertama yang menjabat pada periode 1945 - 1966. Ia memainkan peranan penting untuk memerdekakan bangsa Indonesia dari penjajahan Belanda. Ia adalah penggali Pancasila. Ia adalah Proklamator Kemerdekaan Indonesia (bersama dengan Mohammad Hatta) yang terjadi pada tanggal 17 Agustus 1945.
Soekarno menandatangani Surat Perintah 11 Maret 1966 Supersemar yang kontroversial, yang isinya - berdasarkan versi yang dikeluarkan Markas Besar Angkatan darat - menugaskan Letnan Jenderal Soeharto untuk mengamankan dan menjaga keamanan negara dan institusi kepresidenan. Supersemar menjadi dasar Letnan Jenderal Soeharto untuk membubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan mengganti anggota-anggotanya yang duduk di parlemen. Setelah pertanggung jawabannya ditolak Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) pada sidang umum ke empat tahun 1967, Presiden Soekarno diberhentikan dari jabatannya sebagai presiden pada Sidang Istimewa MPRS di tahun yang sama dan mengangkat Soeharto sebagai pejabat Presiden Republik Indonesia.

Latar belakang dan pendidikan
Soekarno dilahirkan dengan nama Kusno Sosrodihardjo. Ayahnya bernama Raden Soekemi Sosrodihardjo, seorang guru di Surabaya, Jawa. Ibunya bernama Ida Ayu Nyoman Rai berasal dari Buleleng, Bali.
Ketika kecil Soekarno tinggal bersama kakeknya di Tulungagung, Jawa Timur. Pada usia 14 tahun, seorang kawan bapaknya yang bernama Oemar Said Tjokroaminoto mengajak Soekarno tinggal di Surabaya dan disekolahkan ke Hoogere Burger School (H.B.S.) di sana sambil mengaji di tempat Tjokroaminoto. Di Surabaya, Soekarno banyak bertemu dengan para pemimpin Sarekat Islam, organisasi yang dipimpin Tjokroaminoto saat itu. Soekarno kemudian bergabung dengan organisasi Jong Java (Pemuda Jawa).
Tamat H.B.S. tahun 1920, Soekarno melanjutkan ke Technische Hoge School (sekarang ITB) di Bandung, dan tamat pada tahun 1925. Saat di Bandung, Soekarno berinteraksi dengan Tjipto Mangunkusumo dan Dr. Douwes Dekker, yang saat itu merupakan pemimpin organisasi National Indische Partij.

Masa pergerakan nasional
Pada tahun 1926, Soekarno mendirikan Algemene Studie Club di Bandung. Organisasi ini menjadi cikal bakal Partai Nasional Indonesia yang didirikan pada tahun 1927. Aktivitas Soekarno di PNI menyebabkannya ditangkap Belanda pada bulan Desember 1929, dan memunculkan pledoinya yang fenomenal: Indonesia Menggugat, hingga dibebaskan kembali pada tanggal 31 Desember 1931.
Pada bulan Juli 1932, Soekarno bergabung dengan Partai Indonesia (Partindo), yang merupakan pecahan dari PNI. Soekarno kembali ditangkap pada bulan Agustus 1933, dan diasingkan ke Flores. Di sini, Soekarno hampir dilupakan oleh tokoh-tokoh nasional. Namun semangatnya tetap membara seperti tersirat dalam setiap suratnya kepada seorang Guru Persatuan Islam bernama Ahmad Hassan.
Pada tahun 1938 hingga tahun 1942 Soekarno diasingkan ke Provinsi Bengkulu.
Soekarno baru kembali bebas pada masa penjajahan Jepang pada tahun 1942.

Masa penjajahan Jepang
Pada awal masa penjajahan Jepang (1942-1945), pemerintah Jepang sempat tidak memperhatikan tokoh-tokoh pergerakan Indonesia terutama untuk "mengamankan" keberadaannya di Indonesia. Ini terlihat pada Gerakan 3A  dengan tokohnya Shimizu dan Mr. Syamsuddin yang kurang begitu populer.
Namun akhirnya, pemerintahan pendudukan Jepang memperhatikan dan sekaligus memanfaatkan tokoh tokoh Indonesia seperti Soekarno, Mohammad Hatta dan lain-lain dalam setiap organisasi-organisasi dan lembaga lembaga untuk menarik hati penduduk Indonesia. Disebutkan dalam berbagai organisasi seperti Jawa Hokokai, Pusat Tenaga Rakyat (Putera), BPUPKI dan PPKI, tokoh tokoh seperti Soekarno, Hatta, Ki Hajar Dewantara, K.H Mas Mansyur dan lain lainnya disebut-sebut dan terlihat begitu aktif. Dan akhirnya tokoh-tokoh nasional bekerjasama dengan pemerintah pendudukan Jepang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia, meski ada pula yang melakukan gerakan bawah tanah seperti Sutan Syahrir dan Amir Sjarifuddin karena menganggap Jepang adalah fasis yang berbahaya.
Presiden Soekarno sendiri, saat pidato pembukaan menjelang pembacaan teks proklamasi kemerdekaan, mengatakan bahwa meski sebenarnya kita bekerjasama dengan Jepang sebenarnya kita percaya dan yakin serta mengandalkan kekuatan sendiri.
Ia aktif dalam usaha persiapan kemerdekaan Indonesia, diantaranya adalah merumuskan Pancasila, UUD 1945 dan dasar dasar pemerintahan Indonesia termasuk merumuskan naskah proklamasi Kemerdekaan. Ia sempat dibujuk untuk menyingkir ke Rengasdengklok Peristiwa Rengasdengklok.
Pada tahun 1943, Perdana Menteri Jepang Hideki Tojo mengundang tokoh Indonesia yakni Soekarno, Mohammad Hatta dan Ki Bagoes Hadikoesoemo ke Jepang dan diterima langsung oleh Kaisar Hirohito. Bahkan kaisar memberikan Bintang kekaisaran (Ratna Suci) kepada tiga tokoh Indonesia tersebut. Penganugerahan Bintang itu membuat pemerintahan pendudukan Jepang terkejut, karena hal itu berarti bahwa ketiga tokoh Indonesia itu dianggap keluarga Kaisar Jepang sendiri. Pada bulan Agustus 1945, ia diundang oleh Marsekal Terauchi, pimpinan Angkatan Darat wilayah Asia Tenggara di Dalat Vietnam yang kemudian menyatakan bahwa proklamasi kemerdekaan Indonesia adalah urusan rakyat Indonesia sendiri.
Namun keterlibatannya dalam badan-badan organisasi bentukan Jepang membuat Soekarno dituduh oleh Belanda bekerja sama dengan Jepang,antara lain dalam kasus romusha.

Masa Perang Revolusi
Soekarno bersama tokoh-tokoh nasional mulai mempersiapkan diri menjelang Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Setelah sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia BPUPKI,Panitia Kecil yang terdiri dari delapan orang (resmi), Panitia Kecil yang terdiri dari sembilan orang/Panitia Sembilan (yang menghasilkan Piagam Jakarta) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia PPKI, Soekarno-Hatta mendirikan Negara Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Setelah menemui Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam, terjadilah Peristiwa Rengasdengklok pada tanggal 16 Agustus 1945; Soekarno dan Mohammad Hatta dibujuk oleh para pemuda untuk menyingkir ke asrama pasukan Pembela Tanah Air Peta Rengasdengklok. Tokoh pemuda yang membujuk antara lain Soekarni, Wikana, Singgih serta Chairul Saleh. Para pemuda menuntut agar Soekarno dan Hatta segera memproklamasikan kemerdekaan Republik Indonesia, karena di Indonesia terjadi kevakuman kekuasaan. Ini disebabkan karena Jepang sudah menyerah dan pasukan Sekutu belum tiba. Namun Soekarno, Hatta dan para tokoh menolak dengan alasan menunggu kejelasan mengenai penyerahan Jepang. Alasan lain yang berkembang adalah Soekarno menetapkan moment tepat untuk kemerdekaan Republik Indonesia yakni dipilihnya tanggal 17 Agustus 1945 saat itu bertepatan dengan bulan Ramadhan, bulan suci kaum muslim yang diyakini merupakan bulan turunnya wahyu pertama kaum muslimin kepada Nabi Muhammad SAW yakni Al Qur-an. Pada tanggal 18 Agustus 1945, Soekarno dan Mohammad Hatta diangkat oleh PPKI menjadi Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia. Pada tanggal 29 Agustus 1945 pengangkatan menjadi presiden dan wakil presiden dikukuhkan oleh KNIP.Pada tanggal 19 September 1945 kewibawaan Soekarno dapat menyelesaikan tanpa pertumpahan darah peristiwa Lapangan Ikada dimana 200.000 rakyat Jakarta akan bentrok dengan pasukan Jepang yang masih bersenjata lengkap.
Pada saat kedatangan Sekutu (AFNEI) yang dipimpin oleh Letjen. Sir Phillip Christison, Christison akhirnya mengakui kedaulatan Indonesia secara de facto setelah mengadakan pertemuan dengan Presiden Soekarno. Presiden Soekarno juga berusaha menyelesaikan krisis di Surabaya. Namun akibat provokasi yang dilancarkan pasukan NICA (Belanda) yang membonceng Sekutu. (dibawah Inggris) meledaklah Peristiwa 10 November 1945 di Surabaya dan gugurnya Brigadir Jendral A.W.S Mallaby.

Karena banyak provokasi di Jakarta pada waktu itu, Presiden Soekarno akhirnya memindahkan Ibukota Republik Indonesia dari Jakarta ke Yogyakarta. Diikuti wakil presiden dan pejabat tinggi negara lainnya.
Kedudukan Presiden Soekarno menurut UUD 1945 adalah kedudukan Presiden selaku kepala pemerintahan dan kepala negara (presidensiil/single executive). Selama revolusi kemerdekaan,sistem pemerintahan berubah menjadi semi-presidensiil/double executive. Presiden Soekarno sebagai Kepala Negara dan Sutan Syahrir sebagai Perdana Menteri/Kepala Pemerintahan. Hal itu terjadi karena adanya maklumat wakil presiden No X, dan maklumat pemerintah bulan November 1945 tentang partai politik. Hal ini ditempuh agar Republik Indonesia dianggap negara yang lebih demokratis.
Meski sistem pemerintahan berubah, pada saat revolusi kemerdekaan, kedudukan Presiden Soekarno tetap paling penting, terutama dalam menghadapi Peristiwa Madiun 1948 serta saat Agresi Militer Belanda II yang menyebabkan Presiden Soekarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta dan sejumlah pejabat tinggi negara ditahan Belanda. Meskipun sudah ada Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) dengan ketua Sjafruddin Prawiranegara, tetapi pada kenyataannya dunia internasional dan situasi dalam negeri tetap mengakui bahwa Soekarno-Hatta adalah pemimpin Indonesia yang sesungguhnya, hanya kebijakannya yang dapat menyelesaikan sengketa Indonesia-Belanda.

Early independence

Following the Japanese surrender, Sukarno, Mohammad Hatta, and Dr. Radjiman Wediodiningrat were summoned by Marshal Terauchi, Commander-in-Chief of Japan's Southern Expeditionary Forces in Saigon. Sukarno, viewed by many as a competent leader of the time is forced by the youth groups to initially hesitate in declaring Indonesia's independence - the youth at the time felt that the news of Japanese surrender shall be taken as a golden chance to declare independence before the allies could re-establish a colonial rule in the area, yet Sukarno refused - he is afraid of any bloodbath and war which will be done by the base of suspecting the Indonesians of rebellion against the Japanese by the allied force which would soon take their power back. To force the deadlock to end,he and Mohammad Hatta were kidnapped by Indonesian youth groups to Rengasdengklok, Karawang, not far from Jakarta in order to prepare the Indonesian Independence. Finally Sukarno and Hatta declared the independence of the Republic of Indonesia on August 17, 1945.
Sukarno's vision for the 1945 Indonesian constitution comprised the Pancasila (five principles). Sukarno's political philosophy was mainly a fuse of elements of Marxism, nationalism and Islam. This is reflected in a proposition of his version of Pancasila he proposed to the BPUPKI (Inspectorate of Indonesian Independence Preparation Efforts), in which he originally espoused them in a speech on June 1, 1945:
 1. Kebangsaan Indonesia (Indonesian Nationality), an emphasis on Nationalism
2. Internasionalisme Internationalism, an emphasis about equality and humanity
3. Musyawarah Mufakat (Deliberative Consensus), an emphasis on Representative democracy which hold no ethnic dominance but equal vote for each member of the council
4. Kesejahteraan Sosial (Social Welfare), Marxist influenced, an emphasis on Populist Socialism
5. KeTuhanan yang Berkebudayaan, Monotheism
In the same speech, he argued that all of the principles of the nation could be summarized in the phrase gotong royong. The Indonesian parliament, founded on the basis of this original (and subsequently revised) constitution, proved all but ungovernable. This was due to irreconcilable differences between various social, political, religious and ethnic factions.
Sukarno's government initially postponed the formation of a national army, for fear of antagonizing the Allied occupation forces and their doubt over whether they would have been able to form an adequate military apparatus to maintain control of seized territory. The various militia  groups at that time were encouraged to join the BKR—Badan Keamanan Rakyat (The People's Security Organization)—itself a subordinate of the "War Victims Assistance Organization". It was only in October 1945 that the BKR was reformed into the TKR—Tentara Keamanan Rakyat (The People's Security Army) in response to the increasing Dutch presence in Indonesia. In the ensuing chaos between various factions and Dutch attempts to re-establish colonial control, Dutch troops captured Sukarno in December 1948, but were forced to release him after the ceasefire. He returned to Jakarta in December 28, 1949. At this time, Indonesia adopted a new federal constitution that made the country a federal state. This was replaced by another provisional constitution in 1950 that restored a unitary form of government. Both constitutions were parliamentary in nature, which—on paper—limited presidential power. However, even with his formally reduced role, he commanded a good deal of moral authority as Father of the Nation.
Sukarno's government was not universally accepted in Indonesia. Indeed, many factions and regions attempted to separate themselves from his government, and there were several internal conflicts even during the period of armed insurgency against the Dutch. One such example is the leftist-backed coup attempt by elements of the military in Madiun and Mt. Lawu Area, East Java in 1947, which was an attempt to change the NKRI (Unitary State of Republic of Indonesia) into RSI (Rep. Soviet Indonesia - Soviet of the Republic of Indonesia) by the leading PKI (Communist Party of Indonesia) party; many of the PKI partisans died and its power became dormant for the next 2-3 years, before in the late 1950s PKI start to dominate Indonesian politics again. Or attempts of coup such as the DI/TII (Darul Islam/Tentara Islam Indonesia - Darul Islam/Islam Army of Indonesia) coup in West Java, in which SM Kartosuwirjo and fellow separatists tried to create a NII (Negara Islam Indonesia - Islamic Country of Indonesia).
There were further attempts of military coups against Sukarno in 1956, including the PRRI–Permesta rebellion in Sulawesi supported by the CIA, during which an American aviator, Allen Lawrence Pope, operating in support of the rebels was shot down and captured.

Masa kemerdekaan
Setelah Pengakuan Kedaulatan (Pemerintah Belanda menyebutkan sebagai Penyerahan Kedaulatan), Presiden Soekarno diangkat sebagai Presiden Republik Indonesia Serikat (RIS) dan Mohammad Hatta diangkat sebagai perdana menteri RIS. Jabatan Presiden Republik Indonesia diserahkan kepada Mr Assaat, yang kemudian dikenal sebagai RI Jawa-Yogya. Namun karena tuntutan dari seluruh rakyat Indonesia yang ingin kembali ke negara kesatuan, maka pada tanggal 17 Agustus 1950, RIS kembali berubah menjadi Republik Indonesia dan Presiden Soekarno menjadi Presiden RI. Mandat Mr Assaat sebagai pemangku jabatan Presiden RI diserahkan kembali kepada Ir. Soekarno. Resminya kedudukan Presiden Soekarno adalah presiden konstitusional, tetapi pada kenyataannya kebijakan pemerintah dilakukan setelah berkonsultasi dengannya.
Mitos Dwitunggal Soekarno-Hatta cukup populer dan lebih kuat dikalangan rakyat dibandingkan terhadap kepala pemerintahan yakni perdana menteri. Jatuh bangunnya kabinet yang terkenal sebagai "kabinet seumur jagung" membuat Presiden Soekarno kurang mempercayai sistem multipartai, bahkan menyebutnya sebagai "penyakit kepartaian". Tak jarang, ia juga ikut turun tangan menengahi konflik-konflik di tubuh militer yang juga berimbas pada jatuh bangunnya kabinet. Seperti peristiwa 17 Oktober 1952 dan Peristiwa di kalangan Angkatan Udara.
Presiden Soekarno juga banyak memberikan gagasan-gagasan di dunia Internasional. Keprihatinannya terhadap nasib bangsa Asia-Afrika, masih belum merdeka, belum mempunyai hak untuk menentukan nasibnya sendiri, menyebabkan presiden Soekarno, pada tahun 1955, mengambil inisiatif untuk mengadakan Konferensi Asia-Afrika di Bandung yang menghasilkan Dasa Sila. Bandung dikenal sebagai Ibu Kota Asia-Afrika. Ketimpangan dan konflik akibat "bom waktu" yang ditinggalkan negara-negara barat yang dicap masih mementingkan imperialisme dan kolonialisme, ketimpangan dan kekhawatiran akan munculnya perang nuklir yang merubah peradaban, ketidakadilan badan-badan dunia internasional dalam pemecahan konflik juga menjadi perhatiannya. Bersama Presiden Josip Broz Tito (Yugoslavia), Gamal Abdel Nasser (Mesir), Mohammad Ali Jinnah (Pakistan), U Nu, (Birma) dan Jawaharlal Nehru (India) ia mengadakan Konferensi Asia Afrika yang membuahkan Gerakan Non Blok. Berkat jasanya itu, banyak negara-negara Asia Afrika yang memperoleh kemerdekaannya. Namun sayangnya, masih banyak pula yang mengalami konflik berkepanjangan sampai saat ini karena ketidakadilan dalam pemecahan masalah, yang masih dikuasai negara-negara kuat atau adikuasa. Berkat jasa ini pula, banyak penduduk dari kawasan Asia Afrika yang tidak lupa akan Soekarno bila ingat atau mengenal akan Indonesia.
Guna menjalankan politik luar negeri yang bebas-aktif dalam dunia internasional, Presiden Soekarno mengunjungi berbagai negara dan bertemu dengan pemimpin-pemimpin negara. Di antaranya adalah Nikita Khruschev (Uni Soviet), John Fitzgerald Kennedy (Amerika Serikat), Fidel Castro (Kuba), Mao Tse Tung (RRC).

Masa-masa kejatuhan Soekarno dimulai sejak ia "bercerai" dengan Wakil Presiden Moh. Hatta, pada tahun 1956, akibat pengunduran diri Hatta dari kancah perpolitikan Indonesia. Ditambah dengan sejumlah pemberontakan separatis yang terjadi di seluruh pelosok Indonesia, dan puncaknya, pemberontakan G 30 S, membuat Soekarno di dalam masa jabatannya tidak dapat "memenuhi" cita-cita bangsa Indonesia yang makmur dan sejahtera.

Keluarga Soekarno

Raden Soekemi Sosrodihardjo + Ida Ayu Nyoman Rai = Soekarno (1901-1970).  
Soekarno (1901-1970) + Oetari (istri ke-1; menikah 1921; berpisah 1923).
Soekarno (1901-1970) + Inggit Garnasih (istri ke-2; menikah 1923).
Soekarno (1901-1970) + Fatmawati (istri ke-3; menikah 1943) = Guntur (l.1944), Megawati (l.1947),
Rachmawati (l.1950), Sukmawati (l.1952), Guruh (l.1953).
Soekarno (1901-1970) + Hartini (istri ke-4; menikah 1952) = Taufan (l.1951 w.1981), Bayu (l.1958).
Soekarno (1901-1970) + Ratna Sari Dewi Soekarno (istri ke-5; menikah 1962) = Kartika (l.1967).
Soekarno (1901-1970) + Haryati (istri ke-6; menikah 1963) = Ayu.
Soekarno (1901-1970) + Yurike Sanger (istri ke-7; menikah 1964).
Soekarno (1901-1970) + Kartini Manoppo (istri ke-8) = Totok (l.1967). 
Soekarno (1901-1970) + Heldy Djafar (istri ke-9; menikah 1966).

Sakit hingga meninggal
Soekarno sendiri wafat pada tanggal 21 Juni 1970 di Wisma Yaso, Jakarta, setelah mengalami pengucilan oleh penggantinya Soeharto. Jenazahnya dikebumikan di Kota Blitar, Jawa Timur, dan kini menjadi ikon kota tersebut, karena setiap tahunnya dikunjungi ratusan ribu hingga jutaan wisatawan dari seluruh penjuru dunia. Terutama pada saat penyelenggaraan Haul Bung Karno.
Peninggalan

Pada tanggal 19 Juni 2008, Pemerintah Kuba menerbitkan perangko yang bergambar Soekarno dan presiden Kuba Fidel Castro. Penerbitan itu bersamaan dengan ulang tahun ke-80 Fidel Castro dan peringatan "kunjungan Presiden Indonesia, Soekarno, ke Kuba".
Penamaan
Nama lengkap Soekarno ketika lahir adalah Kusno Sosrodihardjo. Ketika masih kecil, karena sering sakit-sakitan, menurut kebiasaan orang Jawa; oleh orang tuanya namanya diganti menjadi Soekarno. Di kemudian hari ketika menjadi Presiden R.I., ejaan nama Soekarno diganti olehnya sendiri menjadi Sukarno karena menurutnya nama tersebut menggunakan ejaan penjajah (Belanda). Ia tetap menggunakan nama Soekarno dalam tanda tangannya karena tanda tangan tersebut adalah tanda tangan yang tercantum dalam Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang tidak boleh diubah.
Sebutan akrab untuk Ir. Soekarno adalah Bung Karno.

Achmed Soekarno
Di beberapa negara Barat, nama Soekarno kadang-kadang ditulis Achmed Soekarno. Hal ini terjadi karena ketika Soekarno pertama kali berkunjung ke Amerika Serikat, sejumlah wartawan bertanya-tanya, "Siapa nama kecil Soekarno?" karena mereka tidak mengerti kebiasaan sebagian masyarakat di Indonesia yang hanya menggunakan satu nama saja atau tidak memiliki nama keluarga. Entah bagaimana, seseorang lalu menambahkan nama Achmed di depan nama Soekarno. Hal ini pun terjadi di beberapa Wikipedia, seperti wikipedia bahasa Ceko, bahasa Wales, bahasa Denmark, bahasa Jerman, dan bahasa Spanyol.
Sukarno menyebutkan bahwa nama Achmed di dapatnya ketika menunaikan ibadah haji.

Dan dalam beberapa versi lain, disebutkan pemberian nama Achmed di depan nama Sukarno, dilakukan oleh para diplomat muslim asal Indonesia yang sedang melakukan misi luar negeri dalam upaya untuk mendapatkan pengakuan kedaulatan negara Indonesia oleh negara-negara Arab.

Tuesday, May 1, 2012

Surat Bung Karno kepada Fidel Castro


Surat Bung Karno kepada Fidel Castro
Persahabatan Bung Karno (Indonesia) dengan Fidel Castro (Kuba), sudah terjalin sangat baik. Bahkan secara pribadi, Bung Karno dan Fidel Castro memiliki beberapa persamaan karakter. Di antara sekian banyak karakter, salah satunya adalah sama-sama berjiwa progresif revolusioner. Keduanya orang-orang kiri, orang-orang sosialis, anti Nekolim. Karenanya, tentu saja, keduanya juga menjadi musuh atau setidaknya dimusuhi Amerika Serikat dan sekutunya.


Pasca tragedi Gestok (Gerakan Satu Oktober) atau yang oleh Orde Baru disebut Gerakan 30 September/PKI itu, terjadi dialog cukup intens antara Bung Karno dan Castro, antara lain melalui perantara Dubes Hanafi, orang kepercayaan Sukarno yang menjadi duta besar Indonesia di Kuba.
Nah, surat Bung Karno kepada Fidel Castro berikut ini, sedikit banyak menggambarkan situasi ketika itu.


Presiden Republik Indonesia
P.J.M. Perdana Menteri Fidel Castro, Havana
Kawanku Fidel yang baik!


Lebih dulu saya mengucapkan terima kasih atas suratmu yang dibawa oleh Duta Besar Hanafi kepada saya.


Saya mengerti keprihatinan saudara mengenai pembunuhan-pembunuhan di Indonesia, terutama sekali jika dilihat dari jauh memang apa yang terjadi di Indonesia – yaitu apa yang saya namakan Gestok dan yang kemudian diikuti oleh pembunuhan-pembunuhan yang dilakukan oleh kaum kontra revolusioner, adalah amat merugikan Revolusi Indonesia.


Tetapi saya dan pembantu-pembantu saya, berjuang keras untuk mengembalikan gengsi pemerintahan saya, dan gengsi Revolusi Indonesia. Perjuangan ini membutuhkan waktu dan kegigihan yang tinggi. Saya harap saudara mengerti apa yang saya maksudkan, dan dengan pengertian itu membantu perjuangan kami itu.


Dutabesar Hanafi saya kirm ke Havana untuk memberikan penjelasan-penjelasan kepada saudara.


Sebenarnya Dutabesar Hanafi masih saya butuhkan di Indonesia, tetapi saya berpendapat bahwa persahabatan yang rapat antara Kuba dan Indonesia adalah amat penting pula untuk bersama-sama menghadap musuh, yaitu Nekolim.


Sekian dahulu kawanku Fidel!


Salam hangat dari Rakyat Indonesia kepada Rakyat Kuba, dan kepadamu sendiri!


Kawanmu
ttd
Sukarno
Jakarta, 26 Januari 1966


Surat Bung Karno kepada Fidel Castro itu menggambarkan betapa revolusi Indonesia mundur ke titik nol. Betapa Bung Karno tengah menyusun kekuatan untuk memulihkan keadaan. Sejarah kemudian mencatat, ia digulingkan Soeharto. 
Sukarno, President Osvaldo Dorticos
Fidel Castro and Che Guevera
Date Photographed: May 9, 1960, Location Information: Havana, Cuba
Image: Bettmann/CORBIS

http://rosodaras.wordpress.com/