Tuesday, May 1, 2012

Hukum Melepas Sandal di Kuburan

Hukum Melepas Sandal di Kuburan

Para ulama berbeda pendapat tentang hukum memakai alas kaki (sandal) ketika ziarah kubur (di komplek kuburan) sebagai berikut:
Pertama: dilarang sama sekali (haram).
Dalilnya:
عن بشير بن الحصاصية رضي الله عنه قال :
بينما أنا أُماشي النبيَّ صلى اللّه عليه و سلم نظرَ
فإذا رجلٌ يمشي بين القبور عليه نعلان فقال :
( يا صَاحبَ السِّبْتِيَّتَيْنِ ! وَيْحَكَ أَلْقِ سِبْتِيَّتَيْكَ )

Basyir bin Hashashiyah ra berkata: Tatkala aku berjalan mengiringi Nabi saw, Beliau melihat seorang pria berjalan diantara kuburan dengan mengenakan kedua sandalnya, maka Nabi saw bersabda: Wahai pemakai sepasang sibtiyah (sandal), lepaskan kedua sibtiyahmu itu. (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah, Nasa'I, Ahmad dan Hakim. Hakim berkomentar: hadits ini shahih sanadnya, meski tidak diriwayatkan Bukhari dan Muslim. Hadits ini juga dinilai hasan oleh Al-Albani).
Sandal sibtiyah (Rosulullah)



Sandal sibtiyah adalah sandal terbuat dari kulit binatang tapi halus tak ada bekas bulu/rambutnya. Biasanya terbuat dari kulit sapi yang disamak dengan sejenis daunan.Sibt artinya botak mulus tak ada rambutnya.
Meski Nabi saw menggunakan istilah sibtiyah, bukan berarti sandal yang lain dibolehkan, sebab illah (esensi) larangan Nabi saw ini bukan pada sibt-nya, tapi pada alas kakinya, sebagaimana hal ini ditegaskan oleh Syaukani dalam Nailul Authar. Boleh jadi penyebutan Nabi saw dengan sandal jenis sibt pada kasus ini untuk memfokuskan perhatian pemakai sandal (dalam riwayat tersebut), atau sekedar menyesuaikan dengan fakta pemakai saat itu.




Hadits ini merupakan nash (dalil yang relevan) untuk larangan memakai sandal di kuburan, sedangkan larangan secara lahir bermakna haram, sepanjang tak ada dalil/bukti lain yang mementahkan larangan itu.


Kedua: Dianjurkan (mustahab).
Pendapat ini pilihan Ibnu Qudamah dalam kitabnya al-mughny, dg argumen: bahwa di komplek kuburan biasanya banyak binatang berbahaya, oleh karenanya bisa meringankan tekanan perintah ini.


Ketiga: Mubah secara mutlak.
Dalilnya:


عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ
سَلَّمَ قَالَ : ( الْعَبْدُ إِذَا وُضِعَ فِي قَبْرِهِ وَ تُوُلِّيَ وَ ذَهَبَ
أَصْحَابُهُ حَتَّى إِنَّهُ لَيَسْمَعُ قَرْعَ نِعَالِهِمْ )

Anas ra menuturkan dari nabi saw: Hamba jika telah diletakkan di kuburnya, dan ditinggalkan, dan sahabat-sahabatnya telah beranjak pergi, ia dapat mendengar ketukan langkah dari sandal mereka. (Hadits ini diriwayatkan oleh imam-imama hadits yang enam dan yg lainnya.)


Dalam riwayat Bukhari, tuwalla (diurus, bentuk kata kerja pasif) maksudnya, diurus oleh malaikat tentang pertanyaan dan hisab di kuburan, sebagaimana keterangan Ibnu Hajar dalam Fathul Bary (kitab penjelas hadits bukhari).


Sementara riwayar versi Muslim berbunyi tawalla (ditinggalkan oleh sahabatnya) untuk pulang ke rumah.
Istidlal (sisi argumentativ) dari hadits ini, bahwa berjalan di kuburan dengan memakai sandal tidak dilarang, terbukti disebut dan diakui Nabi saw dalam haditsnya ini. Kalau sekiranya dilarang, tentu Nabi saw tak menyebutkannya.


Pendapat ini dipilih oleh Imam Nasa'i, Thahawy, dan yang lainnya.
Ibnu Qudamah berkata: Mayoritas ulama tak melihatnya sebagai larangan.
Jarir bin Hazim berkata: Aku melihat Hasan al-Bashri dan Ibnu Sirin berjalan di antara kuburan dengan mengenakan sandal.


Keempat: Membedakan antara sandal yang disebut Nabi saw terse but (sandal sibti) dengan sandal lain. 


Sandal sibti haram dipakai di kuburan, sedangkan yang lain boleh.
Ini mazhab Ibnu Hazm ad-Dhahiri, sebagaimana ia katakan di kitab al-muhalla: Tak boleh kita berjalan di antara kuburan dengan sepasang sandal sibti, yaitu sandal yang tak ada bulunya. Jika ada bulunya, boleh. Jika salah satu ada bulunya juga boleh.


Setelah itu Ibnu Hazm menampilkan hadits Anas tersebut dan memberi komentar: Hadits ini hanyalah ungkapan Nabi atas sesuatu yang akan terjadi setelah jaman Nabi, yakni bahwa umat Islam akan banyak memakai sandal saat di kuburan hingga Kiamat nanti. Hadits ini hanya peringatan umum, tak bermakna larangan umum).


Abul Khattab berkata: Nabi saw melarang itu lebih disebabkan adanya rasa sombong di hati orang yang memakai sandal di kuburan karena sandal sibti adalah jenis sandal mewah (pada jamannya).


Kesimpulan:
Ibnu Qudamah menyimpulkan: Bagi kami, perintah Nabi saw kepada seorang pria untuk melepas sandal sibti-nya itu, maksimal hanya anjuran (mandub), karena melepas sandal lebih relevan dengan rasa khusyuk, perilaku orang yang tawadhu', dan sebagai penghormatan kepada jasad-jasad muslimin yang telah dikubur.


Sementara berita dari Nabi saw bahwa jenazah setelah dikubur akan mendengar ketukan sandal pengiringnya, tak menghilangkan aspek larangan melepas sandal. Sebab berita ini semacam pernyataan bahwa hal ini masih akan terjadi paska Nabi saw (meski pada kesempatan lain Nabi saw melarang memakai sandal). Tidak mustahil ada berita atau fakta yang bertolak belakang dengan larangan.
Adapun bagi yang punya alasan logis untuk tetap memakai sandalnya misalnya karena takut duri atau terkena najis, tak dilarang untuk memakai sandal. Dalam wajib saja terdapat pengecualian jika ada sebab logis, apalagi yang hukumnya mustahab.


Imam Ahmad jika hendak pergi ke kuburan, ia sengaja memakai sepatu karena sepatu sulit dilepas, maka diperbolehkan dipakai, tapi ia juga memerintahkan orang lain yang memakai sandal untuk melepasnya.


Kesimpulan Ibnu Qudamah ini tepat, karena mengakomodasi kedua dalil. Yaitu bahwa perintah Nabi saw kepada seorang pria untuk melepas sandalnya pada asalnya bermakna larangan (haram) tapi berkurangi bobot haramnya itu disebabkan adanya hadits Anas bahwa si mayit mendengar sandal pengiringnya. Oleh karena itu, kombinasi antara kedua dalil ini hasilnya adalah makruh, titik tengah antara haram dengan mubah.


Adapun jika ada sebab-sebab yang logis, misalnya karena kakinya sakit, takut terkena duri, atau takut terkena najis sesuai situasi dan kondisi kuburan, maka tidak mengapa tetap memakai sandal.
(diadaptasi dari tulisan Dr. Ahmad bin Abdul Karim Najib)


Wallahu a'lam bisshowab.

0 comments:

Post a Comment